Senin, 09 Januari 2012

Berbicara dari hobi hingga ke masalah negeri



Beberapa saat yang lalu sebelum saya menulis tulisan ini, ketika saya menaiki kendaraan hendak pergi ke kampus. Kendaraan saya terhenti karena rem yang tertekan akibat perintah dari otak saya yang melihat adanya lampu merah yang berada pada tiang traffic lamp sekitar lima meter dari tengah perempatan. Ketika saya berhenti saya menfokuskan wajah pada angka merah traffic lamp yang menunjuk angka 94. Saya tiba-tiba teringat bahwa ibu dan ayah saya mengatakan dan  itupun ditulis pada akte kelahiran bahwa saya lahir pada 12 februari 1994. Sayapun teringat masa kecil saya ketika bersama-sama dengan keluarga , bahagianya ketika kita berkumpul, meskipun hanya sekedar bincang-bincang tetapi sangat melepas semua rasa lelah dan letih yang dirasakan. Saya merasa senang ketika banyak saudara-saudara saya yang datang ke rumah dan mereka selalu memberiku berlembar kertas yang mereka selipkan dalam kantung bajuku dan kertas itulah yang disebut uang. Dengan uang itulah saya membeli sebuah benda dan hingga sekarang masih tersimpan dalam lemari kaca yang saya letakkan didalam kamar. Sebuah jam tangan yang mungkin jam tersebut sudah dalam kondisi sedikit rusak namun semua yang terkenang tak pernah rusak. Ibarat sebuah koin yang jatuh kedalam lubang horisontal dari ayam yang terbuat oleh tangan pengrajin keramik dari tanah liat, koin itu mungkin tidak terlihat oleh kebanyakan orang, namun koin tersebut masih tersimpan dalam keadaan yang aman dan tak pernah akan hancur oleh sang pemangsa. Hanya berpindah tapi tak akan pernah leleh. Koin yang terkumpulpun menjadi saksi bisu bahwa dahulu saya pernah menyatukan mereka didalam sebuah ruang gelap dan jarang dilihat. Mereka berkata “kumpulkan kami, kumpulkan kami!!!!, agar kami dapat menjadi suatu debu yang membawa perubahan besar, besarr dan sangat besarrr!!!”. Maka saya pun mulai mengumpulkan sebagian dari mereka yang berwarna kuning emas berbelakang garuda dan bergambar depan melati bertuliskan 500. Mereka yang telah mendorong dan menyemangati saya untuk terus berjuang melihat kenyataan dimata dan dimasa yang ada di depan saya. Karena ketika saya membuka mata ini pada tempat saya berdiri, saya melihat sekerumunan anak kecil yang berdiri dibawah tiang traffic lamp, dan salah satu dari mereka mendatangi saya dengan membawa sebuah kertas yang saya tak ketahui apa maksutnya, ternyata pada kertas tersebut bertuliskan beberapa kata yang manandakan bahwa mereka sangat membutuhkan uluran tangan kita, mereka membutuhkan sekedar uang koin yang bagi kita ini tidak cukup berarti. Namun bagi mereka sekoin logam yang kita berikan akan dapat memberinya suatu ruang kehidupan yang lebih terjamin. Saya sungguh merasa kasihan pada mereka, yang seharusnya mereka dapat menikmati kebahagiaan bersama keluarga, bersekolah dan bermain layaknya anak-anak pada umumnya. Tetapi mereka memilih kandang serigala untuk mereka tinggali. Dan ketika saya akan menjatuhkan logam kepada  tangan kanan anak itu, saya memandang sebuah benda datar pada tiang disamping tiang traffic lamp yang bertuliskan “peduli bukan berarti memberi”. Spontan saya langsung terheran, jika saya memberi bukan berarti saya peduli maka apa yang harus saya lakukan. Say bertanya pada diri saya sendiri, dan saya mulai berpikir bagaimana caranya saya agar bias menyalurkan apreasi saya ??????? tobe continue